Hukum

Apa Kabar Tanah Batu Ampar? Tirtawan Terus Pertanyakan Dasar Penerbitan Sertifikat Pengganti HPL

Singaraja, SINARTIMUR.com – Polemik kasus tanah Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgka, Kabupaten Buleleng, Bali, hingga kini belum ada penyelesaian yang konkrit.

Hingga kini penerima kuasa dari para petani Batu Ampar, Nyoman Tirtawan, terus mempertanyakan dasar penerbitan sertifikat HPL tahun 2020 lalu oleh Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana.

Menurut Tirtawan, berdasarkan data yang dimiliki petani pemilik lahan maka penerbitan sertifikat pengganti HLP oleh Kantor Pertanahan (Kantah) Buleleng cacat hukum karena hanya dasarnya hanyalah sertifikat HPL fotocopy. “Fotocopy itu bukan dokumen. Kebakaran pada tahun 1999 kok 22 tahun baru bilang terbakar? Yang logis dan procedural saja lah,” kritik Tirtawan.

Tirtawan mengungkapkan bahwa tanah rakyat itu sudah terdftar tahun 1952 dan diperkuat dengan surat Bupati Buleleng dan surat Kepala Kantor Agraria yangisinya memberikan tanah itu kepada 55 KK petani di Batu Ampar.

Bagaimana tanggapan Plt Kepala Kantor Pertanahan (Kakantah) Buleleng Agus Apriawan? Ditemui di ruang kerjanya, Selasa (29/11/2022) sore, Plt Kakantah Agus menjelaskan bahwa masalah tanah Batu Ampar sedang berada di wilayah Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bali.

“Sedang kita tangani di provinsi. Untuk melakukan kajian terkait data-data yang ada dari para pihak, peihak Pemkab Buleleng dan pihak pengadu. Itu yang coba kita kaji, karena bicara kewenangan itu adalah kewenangan kementerian untuk melihat persoalan ini. Tugas kami, baik di Kantor Pertanahan maupun di Kantor Wilayah hanya melakukan kajian untuk menyajikan data, kekuatan dan kelemahan data para pihak ini,” jelas Agus yang menjabat Kabid Pengendalian dan Penanganan Sengketa Kanwil BPN Bali itu.

Agus mengungkapkan bahwa terkait polemik tanah Batu Ampar, banyak pertanyaan yang berseliuran di luar yang mempertanyakan dasar penerbitan sertifikat pengganti HPL. “Banyak pertanyaan di luar bahwa kenapa Kantor Pertanahan menerbitkan sertifikat tanpa dasar, sertifikat HPL. Pertama yang saya harus luruskan, tidak mungkin Kantor Pertanahan dimana pun termasuk di Buleleng menebitkan tanda bukti hak itu tanpa dasar, selalu pasti ada dasar,” jelas Agus menjawab pertanyaan-pertanyaan masyarakat terutama para pengadu.

 

“Mengingat kondisi data kita di Buleleng yang memang tidak ada karena amuk massa saat kebakaran tahun 1999 itu sehingga pada saat ada permohonan masyarakat Buleleng yang merasa sudah memiliki sertifikat, karena memang sudah ada perintah dari Menteri Dalam Negeri tahun 1999 itu bahwasannya Kantor Pertanahan Nasional Kabupaten Buleleng ditugaskan dan diperintahkan untuk mengembalikan data pertanahan,” ungkkap Agus.

Menurut pejabat asal Desa Selat, Kecamatan Sukasada, Buleleng itu, “Salah satu kegiatan itulah yang dgunakan oleh teman-teman disini, salah satunya adalah melakukan pengujian data baik itu data fisik maupun data yuridis. Ini saya cerita tentang HPL. Nah, karena data tidak ada disini, karena HPL itu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri sehingga teman-teman di Buleleng mengkonfirmasilah ke Kanwil, di Kanwil data komplit ada, histori penerbitannya dari permohonan pemkab Buleleng dari tahun 1973 sampai terbitnya SK Hak PL itu tahun 1976 itu, komplit ada. Dasar itulah yang digunakan Kantah Buleleng pada tahun 2020 kalau tidak salah, menerbitkan sertifikat pengganti.”

“Jadi kalau, misalkan dibilang ‘Oh sertifikat itu kok berani ya Kantah Buleleng menerbitkan sertififat dengan dasar hanya photocopy?’ Ya memang itu tugas kita. Jangankan Pemerintah Daerah, sertifikat masyarakat perorangan pun kalau dilaporkan dia sudah punya sertifikat kita lakukan penelitian data, cek di lapangan, semuanya clear, kita terbitkan sertifikat pengganti. Sedangkan ini datanya masih komplit, masih ada aslinya di Kanwil, yang kita temukan tahun 1970an itu,” urai Agus rinci. (frs)

  Banner Iklan Rafting Jarrak Travel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button