Kesehatan

Hasil Survey: 30 Persen Masyarakat Buleleng Masih Kurang Paham Stunting

Masyarakat Diimbau Aktif Koordinasi ke Faskes dan Posyandu

Quotation:

Stunting adalah salah pola asuh dan linier dengan kemiskinan. Orang mampupun kadang bisa teridentifikasi stunting. Oleh karena itu mari jaga pola asuh anak agar bisa mencegah stunting,” ucap Suyasa survey Dinas Kesehatan Provinsi Bali

Singaraja, SINARTIMUR.com – Kabar kurang menggembirakan datang dari Bumi Panji Sakti. Ternyata sekitar 30 persen masyarakat Kabupaten Buleleng, Bali, masih kurang memahami stunting. Ini merupakan hasil survey Dinas Kesehatan Provinsi Bali yang diungkap Sekretaris Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Buleleng Nyoman Suyasa, Kamis (4/1/2024).

Menjadi narasumber di salah satu stasiun radio di Singaraja, Sekretaris DP2KBP3A Buleleng Suyasa mengungkapkan, 30 persen masyarakat dari hasil survey Dinas Kesehatan Provinsi Bali menyebut bahwa pemahaman akan stunting masih dinilai kurang. Untuk itu, sebagai tindak lanjut diminta kepada masyarakat khususnya bagi calon pengantin, ibu dan anak agar rutin berkonsultasi ke posyandu dan melakukan skrining kesehatan agar stunting bisa ditekan.

Sekdis Suyasa menjelaskan bahwa stunting merupakan gagal tumbuh kembang anak dan kurangnya gizi kronis. Dimana sebagai langkah penanganannya, sebagai salah satu SKPD pengampu permasalahan stunting di Buleleng, DP2KBP3A Buleleng mempunyai program pencegahan stunting dengan melibatkan 610 Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang terdiri dari Kader KB, kesehatan dan PKK di masing-masing desa dan kelurahan di Kabupaten Buleleng.

Masing-masing TPK bertugas untuk mendampingi calon pengantin, ibu hamil dan balita untuk memberikan pemahaman dan edukasi serta mencatat kebutuhan selama intervensi sehingga stunting bisa dicegah. Dengan anggaran dari APBDes dan pemerintah, masyarakat akan mendapat makanan pedamping asi (MPA) termasuk suplemen bagi ibu hamil agar kesehatannya terjaga dan mencegah potensi anak stunting saat melahirkan nanti.

“TPK akan mendampingi keluarga teridentifikasi stunting. Apabila selama itu tidak bisa ditangani akan diaudit dan diproses ketingkat kabupaten untuk mendapat penanganan lebih lanjut,” ujarnya.

 

Nyoman Suyasa menekankan bahwa penanganan stunting harus dikolaborasikan semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. Hal itu didasari bahwa stunting itu tidak bisa diobati namum bisa dicegah melalui penanganan intens salah satunya dengan rutin melakukan skrining kesehatan dan mendapat MPA dimasing-masing posyandu maupun desa.

“Umur ideal intervensi stunting adalah balita berusia 2 tahun dan minimal 5 tahun. Dimana pada umur itu tingkat terlepas dari stunting sebesar 90%. Jika diatas 5 tahun baru konsultasi, maka tingkat pencegahannya hanya 10% saja,” ungkapnya.

Untuk itu, pihaknya mengimbau kepada masyarakat yang teridentifikasi stunting agar skrining kesehatan sebelum menikah dan hamil serta untuk ibu dan balita agar secara rutin keposyandu untuk mendata tumbuh kembang si anak agar tidak stunting.

“Stunting adalah salah pola asuh dan linier dengan kemiskinan. Orang mampupun kadang bisa teridentifikasi stunting. Oleh karena itu mari jaga pola asuh anak agar bisa mencegah stunting,” tutup Suyasa

Sebagai sarana mengedukasi masyarakat, DP2KBP3A Buleleng secara kontinue melakukan sosialisasi berbasis budaya seperti bondres, sosialisasi forum Genre di kampus dan sekolah serta melibatkan penggiat media sosial akan dampak stunting. Dimana stunting ini adalah dimensi untuk masa depan, karena jika balita banyak stunting akan mempengaruhi pada peningkatan generasi nantinya.

Editor: Francelino
Sumber: Humas Diskominfosanti Buleleng

  Banner Iklan Rafting Jarrak Travel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button