BeritaDaerahPemerintahanPolitik
Trending

Parlementaria: Dewan Buleleng Pertanyakan Piutang PBB-P2

Saat Bahas Ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun 2022

Quotation:

Urusan/fungsi infrastruktur tersebut menjadi bagian dari bidang tugas pengawasan Komisi II,” ucap Mangku  Budiasa.

Singaraja, SINARTIMUR.com – DPRD Buleleng, Bali, Selasa (18/7/2023), menggelar rapat pembahasan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Kabupaten Buleleng Tahun Anggaran 2022, secara marathon.

Dalam rapat antara Badan Anggaran DPRD Kabupaten Buleleng dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Buleleng, di Ruang Gabungan Komisi di Lantai II Gedung Utama Dewan Buleleng di Jalan Veteran No 2 Singaraja,

DPRD Kabupaten Buleleng pertanyakan peningkatan Piutang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) P2.

Rapat dipimpin Wakil Ketua DPRD dari Fraksi Golkar, Ketut Susila Umbara, SH, yang sebelumnya juga menjadi pimpinan rapat pada tempat yang sama antara Komisi-Komisi dan Badan anggaran DPRD Kabupaten Buleleng dengan agenda Pembahasan Ranperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD tahun 2022.

Dalam beberapa poin kesimpulan pada rapat sebelumnya, pimpinan rapat meminta kejelasan kepada TAPD terhadap  faktor yang mempengaruhi Piutang PBB-P2 di Kabupaten Buleleng dari tahun ke tahun menunjukkan tren peningkatan.

 

Di sisi lain, keempat Komisi di DPRD Buleleng menyampaikan laporan Komisi masing-masing.  KETUA KOMISI I I Gede Odhi Busana, SH, laporannya (penjelasan) menyampaikan hasil RDP dengan mitra kerjanya dari eksekutif. Odhi menyampaikan hasil RDP dengan Dinas Penanaman Modal dan Pelayana Terpadu Satu Pintu (DPMPTSPT) . Dilaporkannya, secara umum realisasi belanja daerah sudah mencapai target. Dari Alokasi anggaran sebesar  Rp.9.879.903.750, realisasi sebesar Rp.9.177.278.963, atau prosentasenya 92,89%.  Namun ada beberapa jenis retribusi yang belum memenuhi target PAD yaitu Retribusi IMB atau PBG, Retribusi Pemberian  Perpanjangan IMTA, Retribusi Ijin Trayek dan Retribusi ijin Pengendalian Menara Telekomunikasi.

“Terkait dengan belum terpenuhinya target dari penerimaan retribusi pada tahun anggaran 2022, terbentur dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berbasis Resiko dan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah, bahwasannya Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu itu tidak dikenakan target PAD karena sifatnya memberikan pelayanan untuk memberikan kepuasan kepada masayarakat, dan hasil pemeriksaan BPK mewajibkan kepala Dinas membuat surat pernyataan bahwa DPMPTSP tidak mentargetkan PAD,” ungkap Odhi.

 Politisi dari PDI Perjuangan ini pun melaporkan, “Untuk retribusi pengawasan menara telekomunikasi juga tidak mencapai target karena dari semula pengawsan dilakukan 12 kali, hanya boleh dilakukan 2 kali setahun.”

Dijelasaknnya, untuk target Retribusi  PBG, SOPnya menentukan harus 28 hari kerja sudah selesai ijinnya. Namun mengingat prosesnya memakan waktu yang cukup Panjang berkaitan dengan pemenuhan standar teknisnya di OPD teknis, maka pemenuhan target tidak bisa terpenuhi.

 “Bahwa untuk Retribusi Perpanjangan Pemberian IMTA  juga ada kaitannya dengan regulasi, mengingat tidak semua pekerja asing melakukan perpanjangan IMTA di Kabupaten. Kalau pekerja asing bekerja di 2 Kabupaten tentunya perpanjangn IMTA dilakukan di Propinsi. Sedangkan kalau lintas Kabupaten berbeda provinsi atu lintas provinsi, perpanjangan IMTAnya dilakukan oleh Pemerintah Pusat,” jelasnya.

 Untuk Retribusi Ijin Trayek, sebut Odhi, kondisi saat ini pelaku usaha di Bidang Jasa Tranportasi tidak begitu banyak. Moda transportasi Umum di Kabupaten Bulerleng semakin hari semakin menyusut. Kondisi ini menyebabkan juga target PAD tidak terpenuhi.

Kemudian Ketua Komisi I ini pun memaparkan hasil rapat dengan Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik dan Persandian (Dinas Kominfosandi) Buleleng. Dilaporkan Odhi, untuk tahun 2023, rencana jaringan internet ada 111 titik yang akan dilakukan pembangunannya.

 “Terkait dengan pembangunan Turyapada Tower itu sudah semuanya diambil alih oleh Pemerintah Provinsi. Dengan pembangunan Tower ini semua akses yang berkaitan dengan komunikasi dan jaringan internet diharapkan bisa memperhatikan cakupan luasan Wilayah Kabupaten Buleleng sehingga kedepan tidak ada istilah blank spot, dan rencananya bulan September tahun 2023 ini Turyapada Tower sudah dapat difungsikan,” papar Odhi.

 Terkait dengan penyelesaian Buleleng Command Centre (BCC) yang selama ini tertunda akbiat covid 19 tahun ini akan diselesaikan baik dari segi finishing, maupun peralatannya sudah dianggarkan tahun ini .dan untuk diketahui prosesnya sudah tahap Anwijzing atau penjelasan kepada rekanan.

“Untuk tahun ini akan membuat pemberitaan berbasis elektronika lingkup Pemerintah Kabupaten Buleleng termasuk didalamnya  pembuatan Smart City (Kota Pintar),” ungkapnya.

Ia pun melaporkan hasil rapat Komisi I dengan Dinas Kependudukan dan Pencataan Sipil. “Sebagaimana kita ketahui, tahun depan akan dilaksanakan penyelenggaraan PEMILU dan PILKADA SERENTAK, yang memungkinkan mobilisasi penduduk, karena sekarang pelaksanaannya secara SERENTAK. Kemudian belakangan hari ini, merupakan fase anak-anak mencari sekolah, pada bagian lain kita mendengar, mekanisme dilakukan dengan sistem ‘ZONASI” namun  masih terdpt sejumlah persoalan dalam pelaksanaan Penerimaan Peserta Dididk Baru,” beber Odhi.

Disebutkan Odhi, dari RDP dengan Disdukcapil diperoleh kejelasan beberapa hal. Untuk pelayan adinistrasi Kependudukan yang awalnya dari konvensional menjadi secara digital terus dilakukan sosialisasi yang berkelanjutan.

Diungkapkan, terkait dengan keakuratan data jumlah pemilih menjelang Pemilu dan Pilkada serentak dengan sistim SIAK sudah cukup bagus sepanjang hal tersebut dilaporkan. Namun kadang-kadang ada ketidakcocokan data Disdukcapil dengan data yang ada di KPU diakibatkan bahwa mobilitas penduduk cukup tinggi, artinya baik itu karena perolehan akta Kelahiran, Perkawainan dan kematian. “Untuk mengantispasi terjadinya ketidak sinkronnya data pada saat menjelang Pemilu dan Pilkada serentak perlu dilakukan upaya rapat terpadu antara Disdukcapil dan Pihak KPU dalam rangka memadukan Data,” tandas Odhi.

“Terkait dengan adanya sistem zonasi yang berkaitan mencari sekolah pada prinsipnya sepanjang ada permohonan perpindahan penduduk yang disertai dengan persyaratan tentunya Disdukcapil akan tetap melayani perubahan Kartu Keluarga ( KK ) karena Disdukcapil sifatnya pelayanan sepanjang ada permohonan. apakah dengan perubahan KK dimaksud dipergunakan untuk apa yang jelas Disdukcapil tidak mengetahui secara pasti. Kalaupun ada mayarakat yang mencari sekolah diluar Zonasi dengan melampirkan perubahan KK yang berhak memverifikasi adalah Panitia Penerimaan di sekolah yang bersangkutan,” pungkas Odhi mengakhiri laporannya.

Ketua Komisi II DPRD Buleleng Putu Mangku Budiasa, SH, MH, pun tidak kalah genitnya dalam menyampaikan lalporan Komisinya. Dilaporkan Budiasa, pembangunan infrastruktur merupakan salah satu urusan atau fungsi yang bersifat mandatory spending atau belanja wajib dipenuhi karena merupakan amanat Undang-undang. ”Urusan/fungsi infrastruktur tersebut menjadi bagian dari bidang tugas pengawasan Komisi II,” ucap politisi senior dari PDI Perjuangan itu.

Ia melaporkan, besaran/proporsi belanja infrastruktur secara bertahap terus meningkat. Pada tahun anggaran 2022, sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor  27 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2022, besaran belanja infrastruktur ditentukan sekurang-kurngny 25% dari Dana Transfer Umum setelah dikurangi DBH Cukai Hasil Tembakau, DBH SDA, Dana Reboisasi dan ADD.

Selanjutnya pada tahun anggaran 2023, sesuai ketentuan Permendagri Nomor 84 Tahun 2022 tentang pedoman Pemyusunan APBD Tahun Anggaran 2023, anggaran belanja infrastruktur pelayanan publik paling rendah sebesar 40% dari total belanja APBD diluar belanja bagi hasil/transfer kepada daerah atau desa.

“Apabila persentase tersebut belum tercapai, Pemerintah Daerah menyesuaikan porsi belanja infrastruktur pelayanan publik daerah secara bertahap dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dengan demikian batas akhir pengalokasian tersebut sampai dengan tahun 2027,” tegas Budiasa.

”Hal ini perlu mendapat atensi kita bersama, terlebih hal ini menjadi salah satu catatan pada hasil pemeriksaan BPK terhadap Laporan Keuangan Tahun 2022. Meskipun disadari, sebagai daerah dengan PAD terbatas dan anggaran belanja infrastruktur masih tergantung pada dana pusat, tentu cukup sulit dipenuhi,” ungkap Budiasa mengingkatkan.

Menurut Komisi II, capaian belanja infrastruktur pada pelaksanan APBD Tahun Anggaran 2022 adalah sebesar  Rp229.096.722.750,00 atau baru 14,58%. Angka ini masih jauh dari ketentuan minimal 25% pada tahun anggaran 2022, apalagi minimal 40% pada tahun anggaran 2023.

Menyikapi kondisi ini, maka komisi II mendorong SKPD terkait yang realisasi belanja urusan maupun programnya  belum optimal untuk melakukan evaluasi terhadap permasalahan/kendala yang dihadapi dan mengupayakan agar tahun berikutnya lebih optimal.

Pemerintah Kabupaten lebih intensif melakukan koordinasi dan komunikasi dengan Pemerintah atasan baik Provinsi maupun pusat untuk mendapatkan alokasi anggaran belanja infrastruktur yang lebih besar.

”Secara bertahap meningkatkan porsi belanja infrastruktur publik dari anggaran yang bersumber dari PAD,” ucap Budiasa mengakhiri laporan Komisi II.

 Bagaimana dengan Komisi III? Pada kesempatan itu Ketua Komisi III, Luh Marleni, menyampaikan hasil rapat kerja dengan beberapa mitra kerjanya di eksekutif. Disampaikan Marleni, dari hasil pembahasan dalam rapat kerja dengan Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah, Komisi III menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan  pendapatan, belanja, dan pembiayaan termasuk Silpa Tahun Anggaran 2021 kepada BPKPD.

Dari penjelasan BPKPD, ungkap Marleni, dapat disampaikan sebagai berikut: terkait dengan Pendapatan Daerah, BPKPD menjelaskan bahwa realisasi Pendapatan Daerah tahun anggaran 2022 adalah 95,32% dari anggaran setelah perubahan sebesar Rp2.180.927.936.527,0 menjadi Rp2.078.952.625.994,14 Dibandingkan dengan realisasi Tahun 2021 sebesar Rp2.083.214.717.688,96 realiasi Pendapatan Daerah tahun 2022 masih lebih rendah sebesar Rp4.262.091.694,82 (0,20%).

Perinciannya, realisasi PAD tahun anggaran 2022 adalah 86,13% lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2021 yang mencapai sebesar 99,18%;

Realisasi pendapatan transfer tahun anggaran 2022 adalah 96,55% lebih tinggi dibandingkan dengan capaian tahun 2021 sebesar 95,68%;  Terkait dengan belanja daerah, BPKPD menjelaskan bahwa realisasi belanja daerah tahun 2022 sebesar 92,96 % lebih rendah dibandingkan tahun 2021 sebesar 93,33% yang terdiri dari belanja operasi sebesar 93,37%; belanja modal sebesar 86,41%; belanja tidak terduga sebesar 43,21% dan belanja transfer sebesar 94,96%.

Terkait dengan pembiayaan daerah, BPKPD menjelaskan bahwa realisasi pembiayaan netto sebesar Rp56.709.296.094,62 lebih rendah sebesar Rp2.842.438.280,90 (4,77%) dibandingkan dengan tahun anggaran 2021 sebesar Rp59.551.734.375,52.

Terkait dengan SILPA, BPKPD menjelaskan bahwa realisasi SILPA tahun 2022 sebesar Rp55.925.791.785,76 lebih rendah dari tahun 2021 sebesar Rp72.390.896.094,62.

“Dari penjelasan BPKPD tersebut, Anggota Komisi III secara spesifik menanyakan terkait dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu :Target Pajak Daerah realisasinya yang tidak tercapai targetnya seperti Pajak Parkir, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) perlu dilakukan evaluasi terhadp potensi yang sesungguhnya, dan wajib pajak yang menunggak agar segera dilakukan langkah-langkah penagihannya,” ungkapnya.

Komisi III juga menyoroti realisasi Pajak Parkir sebesar 47,12% masih jauh dibawah target. “Apakah potensi pajak parkir sudah didata potensinya, dan bagaimana terhadap tempat-tempat parkir yang disiapkan oleh pelaku usaha (Pertokoan,rumah sakit ,tempat perorangan dll) dipugut pajak parkirnya?” ucap Marleni menirukan diskusi panas anggota Komisi III dengan mitra kerjanya.

Piutang pajak khususnya PBB-P2 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, pada tahun 2021 sebesar Rp101.490.093.896,12 menjadi Rp110.741.394.933,67 pada tahun 2022 (naik sebesar 9,12%).sehubungan dengan itu perlu dilakukan inovasi dalam penagihannya, diperoleh penjelasan dari  BPKPD  bahwa Penagihan PBB-P2 dan Pemkab melaksanakan relaksasi terhadap piutang pajak, di bawah tahun 2014 piutang pajak di hapus.

Komisi III juga mendapat penjelasan tentang gebyar penagihan pajak diadakan di desa, sekalian jemput bola kepada wajib pajak. Pajak Parkir dengan Pihak Swasta sedang didata kerjasamanya.Tiap desa sudah ditetapkan targetnya, baik sebagai piutang pajak maupun pajak tahun berjalan.

Marleni juga melaporkan   hasil  RDP dengan Dinas Perdagangan , Perindustrian, Koperasi UKM terfokus pada pengembangan UMKM. Tingkat capaian kinerjanya sudah optimal (diatas 90%) diperoleh penjelasan dan jawaban sebagai berikut: Pagu anggaran targetnya 25,982 milyar rupiah lebih terealisasi 25,627 milyar rupiah lebih atau 98,63 %. Pengembangan UMKM terus ditingkatkan dengan pemberdayaan PLUT dan tahun depan dirancang MALL pelayanan UMKM. “Perlu dukungan permodalan bagi UMKM dan inovasi desain produk UMKM,” pungkas Marleni.

Terakhir Ketua Komisi IV, Luh Hesti Ranitasari, SE,MM, menyampaikan hasil RPD dengan mitra kerjanya. Misalnya, Dinas Kesehatan. ”Dari pemaparan Kepala Dinas Kesehatan dan hasil diskusi dapat diperoleh informasi bahwa daya serap belanja 83,83 % yang menyebabkan selisih sebesar 16,17 % disebabkan kendala teknis. Sebagai contoh biaya perjalanan dinas yang minimal harus teralokasi waktu minimal 8 jam menyebabkan terjadi silva perjalanan dinas, kendala lain adalah tidak berjalannya akreditasi rumah sakit dan akreditasi Puskesmas yang menyebabkan anggaran menjadi silva.

“Sedangkan pelaksanaan program sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan minuman serta  pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan sebenarnya telah dilaksanakan namun anggaran yang digunakan jauh lebih kecil dari anggaran yang dirancang,” papar  Rani dalam laporannya.

Komisi IV menyaarankan agar kedepan perlu dibuat perencanaan yang lebih cermat sehingga selisih antara anggaran dengan realisasi tidak meyimpang terlalu jauh. Selain itu diperoleh informasi terhadap pemberian Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP). Terjadi perbedaan sangat jauh antara pemangku jabatan dengan tenaga pelaksana kesehatan. Perbedaan itu bukan dirancang dinkes tetapi penetapan oleh Tim Anggaran Pemerintah daerah (TAPD) Kabupaten Buleleng. Disarankan  Dinkes agar meberikan masukan terhadap berat ringannya pekerjaan termasuk tingkat resiko bagi pelaksana kesehatan agar hasil rancangan TPP mencerminkan keadilan.

”Saran kepada Dinkes agar memperhatikan ketersediaan obat sehingga tidak terjadi kekosongan,” tegasnya.

Hasil RDP dengan Dinas Sosial diperoleh hasil bahwa daya serap belanja urusan bidang Sosial 77,08 dan realisasi program Rehabilitasi Sosial (78,77) dan Program Perlindungan Sosial (49,76) disebabkan oleh dana alokasi khusus yang turun pada bulan desember menyebabkan kekurangan waktu untuk merealisasikan sehingga terjadi silva sebesar 22,92 %. (frs)

  Banner Iklan Rafting Jarrak Travel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button