Nasional

Polemik Batu Ampar: Ternyata Gubernur Oka Sudah Terbitkan Surat Pembatalan Perjanjian Jual Beli Tanah

Quotation:

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka perjanjian jual beli tanah yang dibuat antara Wayan Sudara dkk dengan Yancey Sutanto dan Martin Wardana Candra atas tanah-tanah yang terletak di kawasan Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, agar dibatalkan karena tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan peraturan yang berlaku,” tegas Gubernur Bali Ida Bagus Oka dalam poin ketiga surat tersebut.

Singaraja, SINARTIMUR.com – Polemik kasus tanah 45 hektare di Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali, kian melebar. Setelah Pemkab Buleleng membeberakan data sebagai bukti kepemilikan atas tanah di Batu Ampar sebagai aset Pemkab Buleleng, kini giliran Nyoman Tirtawan, pemegang kuasa warga Batu Ampar, yang mengungkapkan data versi warga.

Salah satu data atau dokumen penting yang dibeber Tirtawan adalah Surat Pembatalan Perjanjian Jual Beli Tanah oleh Gubernur Bali Ida Bagus Oka tertanggal 11 Juli 1990, bernomor: 593.5/20559/B.B.Pem, perihal: Pembatalan Perjanjian Jual Beli Tanah.

Surat pembatalan perjanjian jual beli yang berisikan lima poin itu, Gubernur Bali menegaskan di poin pertama bahwa memperhatikan surat pernyataan para pemilik tanah Wayan Sudara dan kawan-kawan (10 orang) yang berada di kawasan Babtu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak tertanggal 14 Juni 1990 bahwa yang bersangkutan menarik tanda tangan/cap jempol dalam akte perjanjian jual beli tanah miliknya dengan Yancey Sutanto dan Martin Wardana Candra.

Poin kedua, bahwa Yancey Sutando dan Martin Wardana Candra tidak menempuh prosedur pembelian tanah sesuai dengan surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali No.5/Pem.1/1/40 tanggal 12 Januari 1970 Yo No.15 Tahun 1988 tanggal 13 Januari 1988.

“Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka perjanjian jual beli tanah yang dibuat antara Wayan Sudara dkk dengan Yancey Sutanto dan Martin Wardana Candra atas tanah-tanah yang terletak di kawasan Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, agar dibatalkan karena tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan peraturan yang berlaku,” tegas Gubernur Bali Ida Bagus Oka dalam poin ketiga surat tersebut.

 

Di poin keempat, Gubernur Bali memerintahkan PT Prapat Agung Permai untuk melakukan pembebasan tanah sesuai dengan Surat Gubernur tanggal 22 Maret 1990 Nomor: 593.21/8171/B.B.Pem. “Selanjutkan agar PT Prapat Agung Permai melakukan dan menyelesaikan pembebasan tanah dimaksud sesuai dengan surat kami tanggal 22 Maret 1990 Nomor: 593.21/8171/B.B.Pem,” perintah Gubernur di poin keempat suratnya.

Di poin kelima, Gubernur Bali memerintahkan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Buleleng untuk mengambil langkah-langkah dan tindakan yang dianggap perlu bagi yang melanggar prosedur dan ketentuan peraturan yang berlaku tentang pengalihan hak atas tanah di Daerah Objek Pariwisara Bali.

Sebelumnya Gubernur Bali memberikan izin membeli tanah untuk perhotelan di kawasan Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Nomor: 593.21/8171/B.B.Pem, tertanggal 22 Maret 1990, kepada PT Prapat Agung Permai beralamat di Jalan Bypass Ngurah Rai No.18 Sanur, Denpasar.

Dalam surat izin itu terdapat beberapa ketentuan yang harus diikuti PT Prapat Agung Permain. Pertama, tanah tersebut benar-benar dipergunakan sesuai zoning peruntukannya; kedua, tanah tersebut benar-benar tidak menjadi objek spekulasi; ketiga, dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak terjadinya pemindahan hak oleh pejabat yang berwenang wajib diadakan perubahan status tanah sesuai dengan peraturan yang berlaku dan mengajukan design proyek yang direncanakan; keempat, yang bersangkutan wajib memperhatikan ketentuan-ketentuan serta peraturan perundangan yang berlaku.

“Apabila tidak sesuai dengan ketentuan angka 1 s/d 4 di atas maka ijin prinsip ini dinyatakan tidak berlaku,” tegas Gubernur Bali di poin kelima surat izin tersebut.

Dalam surat izin itu terlampirkan nama-nama pemilik tanah di daerah Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng yang diizinkan dibebaskan sesuai Surat Keputusan Gubernur Nomor: 593.21/8171/B.B.Pem, tertanggal 22 Maret 1990, antara lain Sudara,Pan Dayuh, Suwitra, Pande, Ketut Madri, Gede Rai, Jenjen, Resep, Halim, Koroh, Mat Rabi, Santa, Pak Sutra, Pan Tegeg/Sulatra, Masyuyah, Gede Tarka, Pak Waji, Abdul Gani, Juhari, Sahwi, Sainem, Nyalig, Pan Mastra, Pan Runia, dan Sodra.

Karena Yancey Sutando dan Martin Wardana Candra tidak menempuh prosedur pembelian tanah sesuai dengan surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali No.5/Pem.1/1/40 tanggal 12 Januari 1970 Yo No.15 Tahun 1988 tanggal 13 Januari 1988, maka Gubernur Bali menerbitkan Surat Pembatalan Perjanjian Jual Beli Tanah, setelah memperhatikan surat pernyataan para pemilik tanah Wayan Sudara dan kawan-kawan (10 orang) yang berada di kawasan Babtu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak tertanggal 14 Juni 1990 bahwa yang bersangkutan menarik tanda tangan/cap jempol dalam akte perjanjian jual beli tanah miliknya dengan Yancey Sutanto dan Martin Wardana Candra.

“Ini fakta autentik, tidak bisa dibantah oleh Pemkab Buleleng bahwa Gubernur Bali Ida Bagus Oka surat membatalkan perjanjian jual beli tanah di Batu Ampar,” tandas Nyoman Tirtawan.

Writer/Editor: Francelino

  Banner Iklan Rafting Jarrak Travel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button