Polemik Tanah Batu Ampar: Tirtawan Surati Kakanwil BPN Bali
Pertanyakan Progres Penyelesaian Konflik Batu Ampar

Quotation:
Maka kami memohon agar HPL nomor 1 milik Pemkab Buleleng segera dicabut/dibatalkan karena HPL tersebut indikasi kuat sebagai HPL fiktif/ bodong,” tulis Tirtawan dalam suratnya.
Singaraja, SINARTIMUR.com – Pemegang kuasa penuh dari masyarakat pemilik tanah Batu Ampar di Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Nyoman Tirtawan kembali melayangkan surat kepada Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Bali.
Dalam surat tertanggal 8 Juni 2023, Tirtawan mempertanyakan progress penyelesaiakan penanganan konflik tanah milik 55 petani seluas 45 hektare di Banjar Dinas Batu Anpar, Desa Pejarakan, Kecamata Gerokgak, Buleleng.
“Menindaklanjuti hasil cek data warga pemegang SHM nomor 763,764,3014 dan SK Mendagri nomor 171/1982 & SK Gubernur 1982 serta Sporadik oleh tim BPN Bali bersama BPN Buleleng tgl 9 dan 10 February dan tgl 4 dan 5 Mei 2023, warga Batu Ampar Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak – Buleleng – Bali menanyakan progres penyelesaian penanganan konflik tanah terkait,” tulis Tirtawan di bagian pembuka suratnya.
Mantan vokalis DPRD Bali periode 2014-2019 ini kembali membongkar sejarah penguasaan tanah oleh masyarakat secara turun-temurun sejak tahun 1950 hingga muncul HPL pengganti tahun 2020 Nmor 1. Ia memaparkan bahwa berdasarkan copy HPL pengganti thn 2020 no. 1 Pemkab Buleleng yang terbit diatas tanah warga yang terdaftar/dikuasai warga sejak tahun 1952 dan terbit di atas tanah warga yang sudah mempunyai SHM.
“Maka kami memohon agar HPL nomor 1 milik Pemkab Buleleng segera dicabut/dibatalkan karena HPL tersebut indikasi kuat sebagai HPL fiktif/ bodong dengan alasan dan data serta keterangan sebagai berikut: 1. HPL pengganti nomor 1 milik Pemkab Buleleng terbit thn 2020 dengan surat ukur tahun 1971 tapi peta gambarnya dibuat tidak sesuai gambar tahun 1971. 2. HPL pengganti nomor 1 yang terbit tahun 2020 terbukti telah menghilangkan/menghapus keberadaan tanah milik warga yang sudah ada SHM. 3. Gambar situasi/peta HPL pengganti terbukti tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya karena disebelah timur-selatan diterangkan batasnya tanah negara, tapi sebenarnya adalah perkampungan dan tanah milik warga,” tulis Tirtawan dalam surat terbut.
“Berdasarkan fakta yuridik dan fakta fisik sesungguhnya tanah tersebut adalah tanah yang dikuasai dan dimiliki serta dimanfaatkan oleh masyarakat untuk produksi garam dengan membayar pajak lunas dari dulu hingga sekarang, maka kami mendesak pemerintah agar memberikan perlindungan kepada masyarakat dengan mengembalikan tanah-tanah kami secara konstitusi,” tandas Tirtawan di akhir suratnya.
Untuk diketahui bahwa sebelumnya Tirtawan juga melaporkan kasus tanah tersebut ke Satgas Anti Mafia Tanah Mabes Polri. Satgas Anti Mafia Tanah itu di bawah koordinasi Direktorat Tindak Pidana Umum, Badan Reserse Kriminal Polri yang bermarkas di Jalan Trunojoyo 3 Kebayoran Baru Jakarta.
Bahkan laporan tersebut sudah ditindaklanjuti tim Satgas Anti Mafia Tanah Polri. Sebagai bukti, pelapor Nyoman Tirtawan sudah dimintai klarifikasinya oleh tim Satgas Anti Mafia Tanah pada tanggal 3 Mei 2023 lalu melalui zoom meeting atau secara virtual.
Tirtawan dimintai klarifikasi melalui surat undangan bernomor: B/2131/IV/2023/Dittipidum tertanggal 28 April 2023, yang ditandatangani oleh KASUBDIT II Kombes ADE SAFRI SIMANJUNTAK, SIK, MSi , atas nama DIREKTUR TINDAK PIDANA UMUM, BARESKRIM POLRI. (frs)