Hukum

Sidang Tirtawan vs Suradnyana: JPU Tak Siap Tuntutan, Ditertawain Terdakwa Tirtawan

Quotation:

Jadi saya ingin baik itu pihak Kepolisian, Kejaksaan, manakala ada kekeliruan, kesalahan, jangan sungkan-sungkan minta maaf, karena ini adalah menyangkut masalah etika. Kalau kita salah, kita minta maaf, kalau kita benar, kita bersikukuh,” tegas terdakwa Tirtawan

Singaraja, SINARTIMUR.com – Sidang lanjut perkara No. 109/Pid.Sus/2023/PN.Sgr terkiat dugaan pencemaran nama baik yang dijerat UU ITE dengan terdakwan aktivis dan vokalis Komisi I DPRD Bali periode 2014-2019 Nyoman Tirtawan versus mantan Bupati Buleleng perioder 2012-2022 Putu Agus Suradnyana sudah memasuki agenda penuntutan oleh JPU dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng, di PN Singaraja, Senin (4/3/2024) siang.

Sayang, tim JPU Kejari Buleleng yang terdiria atas Isnarti Jayaningsih, SH dan Made Heri Permana, SH, MH, ternyata belum siap dengan tuntutannya. Akibatnya majelis hakim PN Singaraja yang diketuai I Gusti Made Juliartawan, SH, MH, menunda sidang. “Bagaimana jaksa sudah siap tunutannya?” Tanya ketua majelis hakim IGM Juliastawan. “Maaf yang mulia, tuntutan belum siap,” jawab anggota tim JPU Kejari Buleleng Made Heri Permana. Sedangkan rekannnya Isnarti Jayaningsih tidak hadir dalam sidang singkat tersebut.

“Terus kapan siapnya?” tanya hakim lagi. “Mungkin satu minggu yang mulia. Senin (dimaksud Senin 11 Maret 2024),” jawab Heri. “Itu cuti bersama. Jaksa tidak mau cuti bersama? Memang di Kejaksaan tidak ada cuti bersama?” tanya Ketua Majelis Hakim IGM Juliartawan dengan nada becanda samebari menyindir JPU. Akhrinya disepakati sidang akan kembali digelar Rabu (13/3/2024) pekan depan setelah Hari Raya Nyepi.

Bagaimana terdawak Nyoman Tirtawan? Tirtawan sempat mengajukan usulan agar sidang kasus pencemaran ini dihentikan karena laporan perampasan yang dilaporkan terdakwa Tirtawan di Polres Buleleng pertanggal 5 April 2022 itu sedang dalam proses. Namun, Ketua Majelis Hakim IGM Juliartawan menolak permintaan terdakwa Tirtawan karena kasus pencemaran sudah dalam proses persidangan sehingga tidak bisa dihentikan di tengah jalan. “Sedangkan laporan saudara terdakwa di Polres itu masih penyidikan atau penyelidikan,” tandas hakim Juliartawan.

Bagaimana tanggap terdakwa Tirtawan soal ketidaksiapan tuntutan JPU? Terdakwa Tirtawan malah menertawakan JPU. Ia mengibaratkan perang tetapi tidak mempunyai peluru dan tertakwa Tirtawan menyindir JPU dengan menyatakan JPU kebinggungan dalammenyiapkan tuntutan bagi dirinya.

 

“Saya hanya mempertanyakan darimana nanti jaksa bisa menuntut saya, dimana saya melaporkan Putu Agus Suradnyana merampas tanah rakyat 5 April 2022, dan itupun sedang berjalan prosesnya. Kalau tidak salah juga mantan Sekda Dewa Puspaka, sedang akan dimintai keterangan sesegera mungkin. Sudah diajukan surat ke Menkumham, terus fakta persidangan masyarakat korban menyampaikan di depan hakim bahwa mereka memiliki tanah yang bersertifikat milik, menyatakan dirampas saat Putu Agus Suradnyana menjabat sebagai Bupati,” tandas tertakwa Tirtawan nada sinis terhadap JPU.

“Dan kita mempertanyakan di KUHAP mana, jikalau seseorang menyatakan kebenaran bisa dijerat dengan pidana? Ini pertanyaan krusial saya. Saya ingin jaksa itu pikir-pikir ulang mengkriminalisasi warga negara yang dengan itikad baik, dengan bukti-bukti faktual menyampaikan terjadinya peristiwa perampasan tanah secara nyata,” papar terdakwa Tirtawan.

Mantan vokalis DPRD Bali periode 2014-2019 ini meminta Kejari Buleleng dan Polres Buleleng untuk secara gentle mengakui telah melakukan kesalahan dalam memproses kasus pencemaran nama baik, dan secara ksatria pula meminta maaf kepada publik. “Jadi saya ingin baik itu pihak Kepolisian, Kejaksaan, manakala ada kekeliruan, kesalahan, jangan sungkan-sungkan minta maaf, karena ini adalah menyangkut masalah etika. Kalau kita salah, kita minta maaf, kalau kita benar, kita bersikukuh,” tegas terdakwa Tirtawan lagi.

“Itu kan lucu ya, dulu buru-buru menjadikan saya tersangka, padahal saya datang kesana untuk memberikan bukti-bukti kelengkapan terjadinya peristiwa perampasan tanah, dengan maunya menghadirkan semua masyarakat dan juga data-data kepemilikan legal dari tanah terkait. Di antaranya SHM milik Pak Nyoman Parwata nomer 763, dan 764 seluas kurang lebih masing – masing 5 meter persegi, dan 7300 meter persegi. Itupun ditolak oleh para pihak, termasuk di Kepolisian. Saya mau menghadirkan para korban, namun ditolak. Jadi untuk itu saya mempertanyakan, kenapa buru-buru menjadikan saya tersangka, padahal sudah ada yang namanya surat kesepakatan bersama surat Kementrian, Menteri Kominfo, Kapolri, dan Kejagung, bahwa tidak serta merta seseorang bisa dijerat dengan Undang-undang ITE khusus pasal 27 ayat 3 , manakala seseorang menyampaikan fakta ataupun kenyataan ataupun kebenaran,” tandas Tirtawan.

Padahal, kata dia, sebelum kasus ini ke persidangan dia bersama para petani pemilik lahan di Batu Ampar sudah mau membuak semua data. Sayang, sambung Tirtawan lagi, niat baik itu ditolak oleh Polres Buleleng dan Kejari Buleleng. “Padahal ini kan sebelum kasus ini ke persidangan, sudah kita mau buka semua tapi, pintu daripada baik Kepolisian dan Kejaksaan tertutup untuk memberikan kami warga negara yang taat Hukum untuk menyampaikan fakta-fakta telah terjadinya perampasan tanah milik 55 warga yang notabene tanah itu sudah dinyatakan secara sah dengan SK Mendagri dari Tahun 1982 nomer 171 bahwa warga telah memiliki tanah dan data tanah per 2 Januari 1952 dan dari SK itu terbit beberapa sertifikat. Jadi saya ingin bagaimana kita memiliki etika tata krama, kalau salah kita minta maaf atau perbaiki, sehingga tidak ada unsur yang namanya dendam, benci, tidak suka, disini kita menjunjung tinggi obyektifitas ataupun kebenaran yang sesungguhnya,” beber Tirtawan.

“Oknum penyidik Polres Buleleng dan oknum Jaksa Penuntut dari Kejaksaan Negeri Buleleng dengan membabi buta mengkriminalisasi saya dalam perkara pidana ITE. Dengan mengabaikan fakta kebenaran telah terjadi peristiwa perampasan tanah warga yg memiliki SHM nomor 763 luas 5.500 M2 & 764 luas 7.300 M2 atas nama Nyoman Parwata yang diperoleh atas dasar pembelian dari Ketut Salin dan Marwiyah. Kesaksian korban perampasan tanah disampaikan di depan majelis hakim beberapa minggu lalu dengan menunjukkan bukti kepemilik tanah masing-masing. Hari ini tanggal 4 Maret 2024 jaksa belum siap membacakan tuntutan karena telah membabi buta dalam menegakkan hukum menjadikan Nyoman Tirtawan sebagai tersangka pidana ITE, yang jelas-jelas melawan surat kesepakatan bersama atasannya (Menkominfo, Kejagung dan Kapolri) sesuai UU ITE pasal 27 ayat 3 yg berbunyi kurang lebih “tidak setiap orang bisa dijerat UU ITE mana kala seseorang menyuarakan sebuah fakta atau kenyataan. Fakta dan kenyataan korban perampasan tanah sudah menyampaikan peristiwa perampasan tanah milik warga yg sudah ber SHM saat Putu Agus Suradnyana menjabat Bupati Buleleng dengan menembok dan memasang pelang yg bertuliskan ” Hak Pakai” nomor, 0001 luas 4.50.000 M2, kritik Tirtawan seraya menambahkan, “Sekarang mungkin jaksa tidak bisa melihat kasus hukum karena telah membabi buta dalam menegakkan hukum.” .

Sementara tim penasehat hukum tertakwa Tirtawan hanya berkomentar pendek tentang penundaan sidang hari ini. ”Sesuai dengan agenda hari ini bahwa sidang perkara pidana Nyoman Tirtawan, yang agendanya penuntutan, dari Jaksa Penuntut Umum ternyata pada hari ini sidangnya ditunda dengan alasan Jaksa Penuntut Umum belum siap dengan tuntutannya, jadi sidang ditunda tanggal 13 Maret 2024. Jadi itu sesuai dengan agendanya sekarang, kalau sidangnya ditunda itu kewenangan Hakim menunda. Jadi kita tunggu saja tanggal 13 Maret dengan agenda yang sama dari JPU,” jelas Made Sutrawan, SH, penasehat hukum terdakwa Nyoman Tirtawan.

Writer/Editor: Francelino

  Banner Iklan Rafting Jarrak Travel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button