Hukum

Direktur Utama BPR Lestari Dilaporkan ke Mabes Polri

Diduga Lakukan Kejahatan Perbankan

Quotation:

Aneh, saya tidak mengajukan pinjaman. Dan lebih aneh lagi tambahan pinjaman sebesar itu tanpa ada jaminan. Tanpa saya sadari pinjaman pokok ditambah Rp 2,5 M. Dan semua uang itu dipakai BPR Lestari,” ungkap Khie Sin.

Denpasar, SINARTIMUR.com – Diduga melakukan tindak pidana kejahtan perbankan, Direktur Utama Bank BPR Lestari, Pribadi Budiono, harus berurusan dengan polisi. Dirut Budiono dilaporkan ke Mabes Polri oleh nasabah, Khie Sin, 64.

Laporan Khie Sin dengan nomor LP/B/0612/X/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI tanggal 25 Oktober 2022 itu dilakukan atas dugaan tindak pidana kejahatan perbankan yang merugikan pelapor miliaran rupiah.

Informasi Dirut BPR Lestari Pribadi Budiono dilaporkan ke Mabes Polri itu terungkap saat Khie Sin didampingi kuasa hukum, Matheus Ramses kepada wartawan di Denpasar, Sabtu (11/12/2023) sore. Matheus menjelaskan, dugaan tindak pidana kejahatan perbankan itu terjadi berawal dari korban mengajukan kredit pada 2015 sebesar Rp 15 miliar. Pinjaman itu terdiri dari Rp 13 miliar pinjaman pokok dan Rp 2 miliar cicilan. Pinjaman senilai belasan miliaran itu jatuh tempo pada 2025 mendatang.

Dibeberkannya, pada 24 April 2017 pelapor kembali mengajukan kredit lagi sebesar Rp 3,6 miliar dengan jaminan satu sertifikat tanah. Kejanggalan mulai terlihat di sini. Setelah uang cair, tanpa sepengetahuan korban uang tersebut langsung dipotong untuk membayar cicilan pinjaman Rp 2 miliar yang tersisa Rp 1,7 miliar sebelumnya.

“Pinjaman Rp 3,6 M itu saya pakai modal kerja. Sedangkan utang Rp 2 M itu saya lancar bayar cicilan. Kenapa dilunasi dengan cara seperti ini ? Saya pinjam uang Rp 3,6 M itu saya jaminkan dua sertifikat tanah,” ungkap Khie Sin didampingi kuasa hukumnya, Matheus Ramses.

 

Khie Sin pun menyebutkan, kejanggalan berikutnya terjadi pada 9 Maret 2018. Korban diadendum tanpa sepengetahuan sebesar Rp 1 miliar. Pada adendum itu tercantum untuk modal kerja. “Pada hari itu juga uang cair. Anehnya, uang langsung dipotong Bank BPR Lestari. Sisa di rekening saya sebesar Rp 336.339,” ungkapnya membongkar dosa-dosa BPR Lestari.

Ternyata aksi koboi direksi BPR Lestari tidak sampai di situ saja. Aksi nakal itu kembali dilakukan pada 29 Maret 2019. Korban mengajukan pinjaman lagi sebesar Rp 1,150 M dengan menjaminkan dua sertifikat tanah. Pinjaman ini untuk modal kerja. “Pada hari itu uang cair. Namun lagi-lagi dipotong oleh Bank Lestari tanpa alasan yang jelas. Uang miliaran rupiah itu hanya tersisa Rp 13 juta. Saya pinjam untuk modal usaha kenapa uangnya dia yang pakai?” kata Khie Sin dengan nada kesal.

Akibat dari ini semua, bunga pinjaman korban membengkak. Pembayaran tersendat-sendat dan berujung peringatan dari Bank BPR Lestari.

Pada 28 Juni 2019 pelapor diundang ke bank dan diadendum lagi. Tanpa saya sadari diberi tambahan pinjaman Rp 2,5 miliar. “Aneh, saya tidak mengajukan pinjaman. Dan lebih aneh lagi tambahan pinjaman sebesar itu tanpa ada jaminan. Tanpa saya sadari pinjaman pokok ditambah Rp 2,5 M. Dan semua uang itu dipakai BPR Lestari. Bagaimana saya dikasih pinjaman lagi padahal utang sebelumnya saya bayar tersendat-sendat. Ini jebakan atau apa ? Saya sudah berkali kali melakukan komplin langsung kepada direktur tapi tidak ada jawaban memuaskan,” urainya lagi.

Merasa dirugikan dengan kejadian ini akhirnya korban lapor ke Mabes Polri. Khie mengaku mengalami Kerugian sekitar Rp 32 miliar. Kerugian sebesar itu dari sejumlah sertifikat tanah. Aset tanah itu sebagian sudah dilelang oleh BPR Lestari tanpa penetapan pengadilan. “Sudah ada empat aset yang dilelang. Uang lelang saya tidak dapat sepeserpun,” jelas Khie Sin.

Dugaan kasus serupa juga dialami oleh I Made Sutrisna, Wahono Hisbuntoro, Kristy Dewi, dan puluhan orang lainnya yang semuanya sekitar 52 orang nasabah. Puluhan nasabah ini telah mengambil langkah hukum dengan melaporkan ke kepolisian. Mereka berharap agar aparat kepolisian segera mengambil langkah tegas.

Salah seorang korban lainnya bernama Kristy Dewi yang mengaku pada tahun 2019 mengajukan kredit di BPR Lestari sebesar Rp 750 juta. Akibat Covid-19 pada 2020 pembayaran utang tersendat. Korban ke BPR untuk mengajukan relaksasi. Ternyata di sana tidak ada program itu, yang ada adalah top up. Tak ada pilihan korban mau top up. Uang top up itu masuk ke rekening namun dananya tidak bisa diambil, tetapi digunakan untuk bayar bunga dan cicilan pinjaman yang tak sanggup bayar tersebut.

Setelah dana top up itu habis maka harus top up lagi sampai ke empat dan dananya tidak bisa diambil. To up pertama sebesar Rp 80 juta, kedua Rp 160 juta, ketiga Rp 244 juta, dan keempat Rp 330 juta. Top up tetapi tidak terima uang. Dalam perjanjian kredit itu modal usaha. Artinya kita dikasi modal untuk berusaha.

“Bukannya kita dibantu malah dijebak. Bunga pinjaman saya terus membengkak. Uang top up masuk ke rekening tetapi tidak bisa diambil,” ungkap Ketut Suwirja kerabat Kristy Dewi.

Sementara Matheus Ramses, Kuasa Hukum Khie Sin, mengatakan, pihaknya sangat siap dengan laporan klien ke Mabes Polri. “Semua berkas dan dokumen sudah di Mabes Polri. Saat ini tinggal menunggu gelar perkara saja. Kami terus mendorong dan mempercayai polisi agar membuka tuntas kasus yang merugikan puluhan nasabah,” kata Matheus.

Apakah ada upaya damai? Matheus mengatakan ruang damai dan negosiasi selalu ada. “Damai dan negosiasi bisa dilakukan dan terbuka. Dimana dan kapan silahkan saja. Sepanjang tidak merugikan klien kami,” kata pria asal Ambon, Maluku itu.

Sementara Robert Khuana yang sebelumnya Kuasa Hukum BPR Lestari dikonfirmasi terkait laporan ini mengatakan dirinya belum mendengar adanya laporan itu. “Untuk hal itu saya belum diinformasikan dan membahas tentang kuasa karena kuasa yang lalu hanya terbatas beberapa nasabah dan sudah selesai melalui damai,” kata Robert Khuana dalam pesan singkatnya Sabtu (11/3/2023) malam. (tim/frs)

  Banner Iklan Rafting Jarrak Travel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button