Hukum

Tirtawan: “Boleh Borgol Tangan Saya, Syaratnya Tanah Warga yang Ditembok Dikembalikan”

Hadiri Undangan Polisi, Tirtawan Candain Polisi

Quotation:

Menurut saya, pernyataan saya itu adalah sebuah kenyataan, memang nyata tanah warga ditembok dan warga diusir dari sana, apakah itu saya salah ngomong itu perampasan,” ungkap Tirtawan.

Singaraja, SINARTIMUR.com – Polres Buleleng, Bali, mulai menindaklanjuti pengaduan masyarakat (Dumas) terkait dugaan pencemaran nama baik mantan Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana.

Sebagai bukti, Rabu (22/2/2023) siang penyidik Satreskrim Polres Buleleng mengundang tokoh vokalis antikorupsi Nyoman Tirtawan untuk dimintai konfirmasinya.

Karena Tirtawan yang diadukan oleh Putu Agus Suradnyana. Tirtawan diduga melakukan pencemaran nama baik lewat media sosial (medsos).

Tirtawan malah mengapresiasi upaya penegakkan hukum yang dilakukan Polres Buleleng.

Selaku teradu, mantan anggota DPRD Provinsi Bali periode 2014-2019 ini memenuhi undangan penyidik Satreskrim Polres Buleleng untuk memberi keterangan atau klarifikasi.

 

“Serangkaian dengan penyelidikan, hari ini pak Tirtawan dimintai konfirmasi keterangan atas dumas yang disampaikan oleh pak Agus, saya garis bawahi konfirmasi keterangan. Belum sebagai tersangka, masih dalam penyelidikan,” ujar Kasi Humas Polres Buleleng, AKP I Gede Sumarjaya, usai Tirtawan memberikan klarifikasi kepada penyidik Satreskrim Polres Buleleng di Mapolres Buleleng, Rabu (22/2/2023).

Di tempat terpisah, Nyoman Tirtawan mengaku bahwa dirinya memang benar diundang penyidik Satreskrim Polres Buleleng untuk memberikan klarifikasi.

“Selaku warga negara, saya hadiri undangan penyidik untuk memberi keterangan, konfirmasi terkait pengaduan masyarakat yang disampaikan Pak Agus Suradnyana,” ungkapnya dengan santai.

Selaku kuasa 55 warga Batu Ampar, Tirtawan mengakui telah meng-upload dan menyatakan Bupati Buleleng merampas tanah warga sesuai fakta di lapangan dan telah dilaporkan ke Polres Buleleng. “Jadi, tentang unggahan saya di facebook, bahwa saya menyatakan tanah warga dirampas dan sudah saya laporkan ke Polres Buleleng tanggal 5 April 2022,” ungkapnya.

Ia menegaskan, perampasan tanah disampaikan warga, tanahnya ditembok dan diusir sehingga tidak bisa bercocok tanam. “Menurut saya, pernyataan saya itu adalah sebuah kenyataan, memang nyata tanah warga ditembok dan warga diusir dari sana, apakah itu saya salah ngomong itu perampasan. Saya diberikan kuasa oleh warga, dan warga menyatakan tanahnya dirampas,” tegasnya.

Ia berharap, proses hukum diterapkan secara profesional dengan verifikasi yuridis maupun faktual. “Secara yuridis, warga menyatakan tanahnya dirampas dan secara faktual memang warga tanahnya ditembok dan diusir. Apakah itu salah menyatakan kenyataan, apakah ini disebut pencemaran nama baik,” tukas Tirtawan dibenarkan Bambang Semadi.

Bahkan Tirtawan mengaku sempat mencandain penyidik saat memberikan klarifikasi. “Mungkin kalau boleh saya becanda, boleh dong saya diborgol tangan saya, boleh. Tapi syaratnya ya tanah warga yang dirampas dikembalikan, temboknya dibongkar, baru cocok. Tapi sekarang tanah warga masih ditembok, mereka (55 warga petani, red) diusir. Ngga boleh dong memborgol saya, ataupun menjadikan, dalam tanda kutip, permainan hukum,” ucap Tirtawan mencandain penyidik.

“Saya ingin Pak Kapolres betul-betul bekerja dengan jernih, menurunkan tim yang betul-betul memiliki integritas tinggi sehingga tidak ada lagi demo-demo, yang notabene ada indikasi mencederai keadilan,” tandas Tirtawan.

Tirtawan malah mengajak penyidik turun bersama dengan dirinya ke lokasi tanah di Batu Ampar untuk melihat secara langsung bukti-bukti kepemilikan tanah warga berupa sebagian tembok yang masik berdiri kokoh, bekas tembok yang sudah dirobohkan investor, bekas fondasi rumah dam sumur yang masih ada sampai saat ini.

Sementara itu Bambang Semadi, ahli waris almarhum Marwiyah, pemilik SHM No. 240 Desa Pajarakan seluas 7.300 M2 yang terbit berdasarkan SK Gubernur Kepala Daerah Tk I Bali, Cq. Kepala Direktorat Agraria No. 140/HM/DA/BLL/ 1982, menyatakan tanahnya dirampas. “Memang benar, tanah kami dirampas dibawah kepemimpinan Putu Agus Suradnyana,” tandas Bambang didampingi Gede Kariasa.

Selaku korlap, Kariasa menandaskan warga yang memiliki dokumen hak atas tanah berupa sertifikat tahun 1959 dan surat garap tahun 1963 yang tidak boleh dipindahtangankan.

“Warga yang konsisten membayar pajak, tidak pernah menjual kepada siapapun, terlebih kepada Pemkab Buleleng dengan harga Nol Rupiah,” pungkasnya. (frs)

  Banner Iklan Rafting Jarrak Travel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button