Ekonomi & Bisnis

BMI Buleleng Panen Raya Sorgum 12 Hektar di Kubutambahan

Merupakan Pilot Project Sorgum BMI Buleleng

Quotation:

Ini terus kita sosialisasikan mengingat daerah Buleleng ada tanah-tanah, lahan kering non-produktif inilah yang kita kembangkan, kita mengubah lahan yang tidak produktif menjadi produktif melalui budidaya sorgum,” ucap Dokter Caput.

Kubutambahan, SINARTIMUR.com – Setelah berbulan-bulan DPC BMI (Banteng Muda Indonesia) Kabupaten Buleleng, Bali, pimpin DR dr Ketut Putra Sedana, Sp.OG, berkeliling desa-desa di Kabupaten Buleleng mensosialisasi budidaya sorgum, kini sudah membuahkan hasil.

Minggu (16/4/2023) pagi, lahan pilot project sorgum seluas 12 hektar milik Banteng BMI Kabupaten Buleleng dipanen. Panen raya ini berlokasi di wilayah Penyusuan, Desa Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Bali.

Sebelumnya, penanaman sorgum sudah terlaksana pada 30 Desember 2023 di lahan tersebut yang melibatkan kelompok petani setempat.

Ketua DPC BMI Buleleng, DR. dr. Ketut Putra Sedana, Sp.OG, menyebutkan bahwa lahan seluas 12 hektar ini dapat menghasilkan hingga 72 ton. Dengan perhitungan masing-masing hektar lahan itu menghasilkan rata-rata enam ton.

Pria yang akrab dengan sapaan Dokter Caput itu menjelaskan bahwa sorgum yang merupakan tanaman asli Buleleng, penanamannya dapat di lahan yang kurang produktif. Wilayah Kabupaten Buleleng, kata Dokter Caput, sangat cocok untuk penanaman sorgum apalagi ada instruksi dari Presiden Jokowi untuk menanam sorgum.

 

Kenapa memilih sorgum? “Yang pertama, sorgum menjadi icon Buleleng, sejarah sorgum ini tidak terlepas dari sejarah Buleleng. Yang kedua, kita sekarang sebenarnya sedang mengalami ancaman krisis pangan dari krisis global akibat perang antara Rusia dan Ukraina yang tidak berkesudahan sehingga program nasional dari Jokowi adalah ‘ayo tanam sorgum’, yang tujuannya adalah mensubstitusi beras. Nah, inilah yang kita ingin mengimplemnetasikan yang dimana tanah atau arealnya cocok untuk membudidayakan sorgum,” jelas Dokter Caput.

Menjawab wartawan tentang luasan lahan untuk budidaya sorgum, Dokter Caput menyebutkan bahwa lahan 12 ha di Penyusuan merupakan lahan terbesar di antara lahan-lahan yang dijadikan pilot project pengembangan budidaya sorgum milik BMI saat ini.

“Dari BMI, ini (lahan 12 ha di penyusuan, red) yang terbesar dari pilot project kita, binaan BMI. Dan lagi satu minggu tanggal 22 April kita panen di daerah Tejakula di daerah Pacung itu sekitar 1,5 ha. Sebelum di Kecamatan Sawan di daerah Bungkulan kita sudah lakukan panen hanya setengah hektare,” papar Dokter Caput.

“Ini terus kita sosialisasikan mengingat daerah Buleleng ada tanah-tanah, lahan kering non-produktif inilah yang kita kembangkan, kita mengubah lahan yang tidak produktif menjadi produktif melalui budidaya sorgum,” sambungnya lagi.

Usai panen ini, kata Dokter Caput, pihaknya akan melakukan komunikasi dengan perusahaan yang sudah memesan hasil panen sorgum. Selain itu juga akan melakukan upaya pengolahan secara mandiri dari bahan mentah sorgum menjadi bahan siap saji.

“Begini, kita melakukan ini dengan konsep kemandirian dari hulu ke hilir. Seperti tadi sudah dilihat, kita mengolah menjadi bahan snack. Banyak komponen yang membutuhkan bahan baku dari sorgum, mereka sudah menghubungi kita. Dan kita sampaikan ke petani bahwa untuk menjual hasil sorgum tidak usah khawatir. Kita siap memfasilitasi dan kita siap membeli berapapun hasilnya, permintaan sangat banyak. Di sampaing itu kita tidak saja menjual tapi bagaimana kita berupaya untuk mengelola dan mengolahnya supaya menjadi bahan jadi yang siap saji. Seperti awalnya hanya berupa gabah kita rubah menjadi beras yang dinilainya meningkat, beras kita rubah menjadi tepun yang nilainya meningkat. Tepun ini pun kita masuk ke KWT-KWT untuk ajak mengolah sorgum ini menjadi bahan-bahan makanan yang siap disajikan,” ungkap Dokter Caput yang juga Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Buleleng itu.

BMI Buleleng juga sudah memiliki tim yang akan mendampingi dari hulu ke hilir dengan beragam antisipasi permasalahan. “BMI sudah memiliki tim yang siap untuk mendampingi petani dari hulu ke hilir. Memang dari awal kita sudah membentuk tim ini sehingga apa yang menjadi kendalai sudah kita antisipasi dari awal,” tegasnya lagi.

“Sudah ada kerja sama dengan perusahaan dari luar Bali dan sempat meninjau langsung ke lahan pilot project milik BMI Buleleng,” ujarnya seraya menambahkan, “Juga sudah ada permintaan, namun permintaan melebihi dari hasil panen, tentu menjadi prospek yang bagus,” lanjutnya.

“Namun kita juga mengolahnya menjadi bahan siap saji, seperti dari gabah menjadi beras, jadi tepung,” tambah ketua organisasi sayap PDI Perjuangan Buleleng itu.

Namun, Dokter Caput mengatakan bahwa BMI Buleleng tak dapat berdiri sendiri tetapi perlu juga sinergi dengan pemerintah. Dan menurutnya, apabila semua pihak dapat fokus dalam mengembangkan sorgum maka akan meningkatkan kesejahteraan petani.

“Yang jelas BMI tidak bisa berdiri sendiri, tetap memerlukan kerja sama khususnya dari Pemerintah. Dari pemerintah inilah kita harapkan bisa bersinergi, bisa bekerjasama sesuai program yang tadi disampaikan dari Dinas Pertanian, dan nampaknya ini smabung sekali,” ucap Dokter Caput.

Terkiat hasil panen hari ini, ia menyebutkan, “Hasil panen, perkirakan perha 5 sampai 6 ton, minimal sekitar 6 ton per-ha, sehingga kita saat ini bisa dihitung 6 x 12 ha. Sudah ada permintaan, justru permintaan melebihi dari kita panen. Jadi ini memiliki prospek yang bagus sekali.”

Dokter Caput pun denan santai menepis isu pencitraan yang dialamatkan kepada dirinya terkait pembubidayaan sorgum oleh BMI secara massal di Buleleng. “Kalau saya tidak pernah mengatakan ada yang pencitraan, tetapi kita nilai kegiatan-kegiatan itu tidak berkelanjutan? Salah satunya mungkin faktornya adalah itu (pencitraan, red). Dan kita tidak ingin seperti itu. Tidak ada program yang tidak bagus, tetapi kenapa tidak bisa berlangsung karena tidak berkelanjutan, tidak diupayakan keberkelanjutannya ini. Inilah perlu pemikiran-pemikiran, perlu sebuah koordinasi, kerjasama antara pihak-pihak, stakeholder tentunya yang khusus menangani bidang ini sehingga ini betul-betul berkelanjutan dan kita BMI mempunyai konsep berkelanjutan itu,” jelas Dokter Caput rinci.

Pada kesempatan yang sama Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna, yang juga Sekretaris DPC PDI Perjuangan Buleleng, memuji program budidaya sorgum yang dilakukan oleh BMI tersebut. “Ini program yang bagus dari BMI dan sesuai dengan arahan pemerintah sekaligus juga Ketua Umum tentang kedaulatan pangan dan pangan pengganti beras, dimana hari ini BMI melakukan panen perdana sorgum di lahan seluas 12 ha di Desa Kubutambahan,” ucap Supriatna dengan nada bangga.

Menurut pandangan Supriatna, pembudidayaan tanaman sorgum ini bakal memberikan komoditi alternative bagi masyarakat terutama memiliki lahan tidak produktif untuk dikembangkan. “Tentu ini hal yang sangat positif karena ini memberikan alternative komoditi bagi masyarakat khususnya di lahan-lahan yang kritis, dan ini menjadi satu hal yang menjanjikan. Karena sorgum ini bisa diolah menjadi beberapa sub makanan sehingga mempunyai nilai lebih nantinya,” paparnya.

“Saya mewakili partai maupun DPRD sangat mendukung hal ini, mudah-mudahan ini mendapat perhatian juga dari Pemkab khususnya dari Dinas Pertanian. Karena masyarakat atau organisasi seperti BMI ini sudah memulai mestinya didorong Pemkab dalam hal ini Dinas Pertanian entah dalam program-program lanjutan, memberikan bantuan-bantuan, dan memberikan pendampingan sehingga tanaman sorgum semakin banyak ditanam di Buleleng,” tandas Supriatna.

Sementara itu, di Kabupaten Buleleng target penanaman sorgum di tahun 2023 seluas 30 hektar, seperti penjelasan Gusti Ayu Maya Kurnia.

Wanita yang menjabat sebagai Kepala Bidang Tanaman Pangan, Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng; mengaku bersyukur adanya kelompok yang mau ikut menanam sorgum.

“Kita bersyukur kelompok tani yang bergabung di BMI Buleleng, sekarang 12 hektar sudah terealisasi panen dari target 20 hektar,” ujarnya.

Gusti Maya berharap BMI Buleleng dapat bekerja sama dengan Unit Pengolahan Sorgum KTT Niki Sato yang ada di Desa Sanggalangit. Sehingga pengolahan hasil panen sorgum dapat terserap di unit yang berada di wilayah barat Kabupaten Buleleng.

“Kita punya Unit Pengolahan Sorgum KTT Niki Sato di Sanggalangit, berharap ada kerja sama sehingga pengolahan dapat dilakukan di sana,” harapnya.

“Di sana pengolahan sorgum menjadi beras dan tepung,” tambahnya.

Di lain pihak, Ketut Astawa, Ketua Majelis Madya Subak Kabupaten Buleleng; berharap ke depan BMI Buleleng dan Dokter Caput dapat membudidayakan tanaman selain sorgum. Astawa juga berharap Dokter Caput dapat memimpin Kabupaten Buleleng ke depannya karena kepeduliannya terhadap petani.

“Pemimpin seperti Dokter Caput yang kami harapkan untuk memimpin Buleleng ke depan karena antusias dengan pertanian, memajukan pertanian khususnya tanaman sorgum,” katanya menambahkan, “Kami harap ke depan ada budidaya tanaman lain selain sorgum,” harapnya. (fjr/frs)

  Banner Iklan Rafting Jarrak Travel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button