Hukum

Sidang Suradnyana vs Tirtawan: Saksi Suti Ngaku HP-nya Diambil Paksa Penyidik

Quotation:

HP saya diambil paksa oleh polisi. Polisi cari nomor WA bos (terdakwa Nyoman Tirtawn, red),” ungkap saksi Wayan Sutiani.

Singaraja, SINARTIMUR.com – Sidang lanjutan pelanggaran UU ITE antara mantan Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana versus mantan vokalis DPRD Bali Nyomann Tirtawan, kembali digelar di PN Singaraja, Kamis (28/12/2023) siang. JPU menghadirkan dua saksi yakni Made Sribudaya, pensiunan polisi, dan Wayan Sutiani, karyawati tersangka Nyoman Tirtawan.

Sejumlah pengakuan terkait perilaku minor penyidik Unit IV Satreskrim Polres Buleleng dibeber saksi Suti di hadapan majelis hakim, JPU dan penasehat hukum terdakwa.

Salah satu tindakan fatal yang dilakukan penyidik, ungkap Suti, adalah mengambil paksa HP Suti tanpa melalui izin sebagaimana berlaku dalam mekanisme pengambil barang terkait sebuah kasus tindak pidana. “HP saya diambil paksa oleh polisi. Polisi cari nomor WA bos (terdakwa Nyoman Tirtawn, red),” ungkap Suti.

Suti mengungkapkan bahwa tindak perampasan HP miliknya bukan hanya di Restoran Warung Bambu, tetapi tindakan premanisme ala penyidik kembali terulang saat penyidk memaksa saksi Suti ke Mapolres Buleleng. “HP saya diambil saat di kantor polisi (Mapolres Buleleng, red),” urai Saksi Suti.

“Apakah waktu polisi mau buka HP anda untuk mencari terdakwa, pernah mint izin apakah tidak?” tanya penasehat hukum terdawa. “Tidak minta izin, langsung begitu saja,” sahut saksi Suti.

 

Usai sidang tim penasehat hukum terdakwa merasa sedang di atas angin karena keterangan para saksi makin menguntungkan kliennya. “Terkait yang tadi pada intinya ada beberapa sisi, ternyat hanya satu saksi saja yang mengetahui dan saksi juga yang menyatakan mengetahui terkait dengan perampasan tanah yaitu di Desa Batu Ampar. Saksi mengetahui di luar postingan dari Bapak Nyoman Tirtawan atau terdakwa. Itu yang pertama yang kita garis bawahi, bahwa ternyata bukan karena postingan saja, isu perampasan tanah di Desa Batu Ampar ini diketahui oleh publik, dari pemberitaan- pemberitaan media yang terjadi dan berlangsung sebelum postingan itu terjadi, banyak. Itu yang kita tekankan tadi . Yang kedua, terkait dengan Akun tadi…ada keragu-raguan dari saksi, apakah itu akunnya Pak Nyoman Tirtawan atau tidak. Yang jelas dia sepengetahuannya dia saja Nyoman Tirtawan, tapi kepastiannya juga belum saksi ketahui sendiri. Itu yang kita gali tadi,” jelas IGP Adi Kusuma Jaya.

“Keterangan ang disampaikan yang kedua, saksi yang notabene karyawan sendiri atau saksi orang dekat dari saudara terdakwa sendiri, tidak mengetahui postingan itu. Bagaimana kita katakan ini yang umum , orang yang dekat saja tidak diketahui, apalagi yang tidak dikenal, terkait dengan postingan tersebut, atau postingan yang menyatakan atau menyebutkan Saudara Putu Agus Suradnyana, orang terdekatnya saja tidak tahu, walaupun sebagai pengguna akun, media Facebook. Viralnya ini Kita tidak tahu , siapa yang menyebut viral, kita tidak tahu. Itu saja inti keterangan dari saksi, selebihnya saksi tidak mengetahui apa itu postingan- postingan tersebut,” sambung Gus Adi, sapaan akrab IGP Adi Kusuma Jaya.

Esko Sasi Kirono, anggota tim penasehat hukum terdakwa Tirtawan. Sangat menyesalkan tindakan tidak fair yang dilakukan penyidik Unit V Satreskrim Polres Buleleng terhadap saksi Suti, terutama pemeriksaan isi HP saksi tanpa izin sebagaimana mestinya. “Kembali untuk pemeriksaan saksi tadi, saya sangat kecewa sekali pada pihak kepolisian terutama Polres Buleleng, khususnya HP yang diambil secara paksa tadi, dan itu diberikan keterangan oleh saksi sendiri, jadi tidak ada etikanya. Harusnya ada surat yang jelas dari pihak penyidik ataupun Kepolisian yang berwenang untuk itu. Saya kira, kinerja polisi ini harus diperbaiki kembali,” sorot Eko dengan nada tinggi.

Merasa diri sudah berada di atas angin, tim penasehat hukum terdakwa memohon kepada majelis hakim yang dipimpin IGM Juliartawan untuk dilakukan PS (pemeriksaan setempat). “Jadi, pemeriksaan setempat itu biasanya memang digelar didalam proses peradilan perdata , yang notabene itu adalah beban pihak pemohon, semua hal diajukan sampai dengan….ini memang beban. Namun memang di pidana tidak ada konteks tersebut, tetapi dalam konteks ini kita percaya pada majelis hakim. Apabila ingin melihat kebenaran fakta karena dari semua keterangan saksi, dari semua penjelasan-penjelasan saksi tetap menunjuk yang namanya objek tanah batu ampar. Menunjuk yang namanya kepemilikan , menunjuk yang namanya hak sertifikat, menunjuk namanya tanah, dan batas-batas , sehingga penting bagi kami untuk Majelis mengetahui, penting bagi kami untuk Majelis melihat secara riil, bagaimana kondisi di Lapangan yang sebenarnya. Sehingga Beliau selaku perpanjangan dari Tuhan mampu menggoalkan atau mengeluarkan putusan yang notabene keputusan itu berkeadilan. Itu yang kita harapkan, sehingga kita dengan segala konsekuensi kita siap , walaupun diterapkan pola yang ada di dalam ketentuan Perdata . Itu yang kita kedepankan, tapi kembali intinya adalah kita ingin kebenaran ini betul-betul sesuai dengan fakta yang ada di Lapangan, sehingga tidak di atas meja di persidangan saja. Itu yang kita kedepankan,” tandas Gus Adi.

Tanah Eks-HPL

Terdakwa Nyoman Tirtawan tetap dengan sikap tegasnya bahwa telah terjadi perampasa tanah milik warga Banjar Dinas Bat Ampar oleh korban pelapor Putu Agus Suradnyana sebagai Bupati Buleleng. Tirtawan pun mengingatkan semua pihak bahwa tanah 45 hektare itu bukan tanah HPL seperti yang diklaim Pemkab Buleleng selama ini melainkan tanah tersebut berstatus eks-HPL sesuai surat rekomendasi Menkopolhukam Mahfud MD.

“Negara menyatakan bahwa telah terjadi tumpang tindih hak kepemilikan HPL. Kalau sudah Ex HPL, artinya kan tidak ada lagi HPL, dan disini sudah disebutkan telah terjadi yang namanya penyalahgunaan wewenang di dalam menerbitkan HPL pengganti nomer 1 Tahun 2020 diatas tanah yang sudah ada SHM atas nama I Nyoman Parwata. Bahkan Negara sudah menyebutkan melalui Menkopolhukam, telah terjadi dugaan penyerobotan lahan milik warga Batu Ampar. Dari pernyataan saya ini, ingin bagaimana Majelis Hakim sebagai Perpanjangan Tuhan di dalam menegakkan kebenaran dan keadilan, dan ini sudah dinyatakan memang benar itu adalah tanah milik warga Batu Ampar. Sudah dijelaskan disana, tanahnya tanah ex HPL , berarti yang masih eksis disana adalah status kepemilikan tanah warga , diantaranya yang memiliki SK Men dagri Nomer 171 Tahun 82, untuk hak milik bagi 55 warga Raman dan kawan-kawan,” tegas Tirtawan usai sidang.

“Terlebih disebutkan dalam klausul atau surat resmi yang dibuat oleh Menkopulhukam, bahwa tanah yang berlokasi di Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak adalah tanah Negara yang pada awalnya telah dikuasai dan digarap oleh 55 warga sejak tahun 1959 secara terus menerus terbuka dan dengan itikad baik, dan bahkan mereka membayar pajak lunas dari dulu sampai sekarang. Meskipun itu bukan sebagai bukti kepemilikan, tetapi itu adalah alas hak untuk memperoleh sertifikat,” papar Tirtawan.

Tirtawan melanjutkan, “Artinya Negara , Pemerintah yang selevel dengan Presiden karena pembantu Presiden, apapun yang disampaikan oleh pembantu Presiden yang bersifat keputusan berdasarkan UU, itu juga adalah keputusan Presiden. Karena Menteri itu pembantu Presiden, dan pembantu itu pasti sudah bekerja sesuai dengan Juklak ataupun Juknis ataupun Konstitusi . Artinya kalau sudah Menteri menyatakan itu adalah tanah milik warga Batu Ampar, tanah eks-HPL, itu juga Presiden isinya sama. Maka dari itu kami ingin , Majelis Hakim Yang Mulia betul-betul menggunakan marwahnya sebagai penegak hukum, penegak kebenaran, dan permohonan kami adalah agar Majelis Hakim Yang Mulia memerintahkan kepada BPN Buleleng, Pemkab Buleleng untuk menyerahkan tanah batu ampar secara konstitusi kepada masyarakat, karena mereka sudah memenuhi syarat dan ketentuan bahkan sudah memiliki sertifikat . Sekali lagi saya mohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia.”

“Memerintahkan kepada BPN Buleleng dan Pemkab Buleleng untuk menuruti perintah Negara, karena disini Menkopolhukam adalah Lembaga Tinggi Negara yang sudah menyatakan tanah tersebut adalah tanah milik warga Batu Ampar,” tandas Tirtawan.

Gus Adi menambahkan, ”Terkait dengan fakta dari surat Menkopolhukam ini kita juga ingin ingatkan sebetulnya, karena klien kami sampaikan tadi, bahwa betul yang disampaikan, Pemerintah artinya Negara surat ini jelas dari Lembaga Tinggi Negara. Lembaga Tinggi Negara sudah menyatakan ini eks, bekas HPL , kembali lagi kita pernah mengetahui ada terbit sertifikat di Tahun 1976, yang merupakan permohonan atas SK Mendagri Tahun 1975, jadi disana titik eks-HPL kenapa Negara sendiri menyebut sebagai eks-HPL, dalam hal ini Menkopolhukam, ini yang harus kita tekankan, sehingga kebenaran ini betul-betul terkuak.”

“Diluar dari fakta tadi, kita mengingat disini, bahwa dalam pertimbangannyapun didalam analisa dari Kementrian artinya Lembaga Tinggi Negara juga sudah dinyatakan disini bahwa dulunya di Tahun 2010 itu pernah ada gugatan, yang kemarin dianulir oleh pihak BPN yang menyatakan bahwa itu tidak menggugat Pemkab, kembali lagi saya tegaskan disini, kalau memang putusan itu anggap tidak sah atau tidak dianulir, bukti faktanya bahwa putusan itu dikabulkan, itu yang harus dutenggarai, dan saat itu BPN hadir sebagai pihak didalam proses peradilan dalam sidang di PN Singaraja nomer 59/pdt.g/2010/ PN Singaraja tanggal 12 Juli tahun 2010, pihak Badan Pertanahan Nasional itu hadir sebagai pihak didalam peradilan. Ini yang patut kita garis bawahi. Sehingga kalau mereka bilang tidak mengetahui, kalau mereka bilang ini , mohon maaf kita mohon pada Kapolri, kita mohon pada aparatur penegak hukum yang lain , dalam hal ini tingkat tertinggi memberantas mafia-mafia yang membuat Pemerintah ini gaduh, rakyatnya gaduh dengan Pemerintah, Pemerintah gaduh dengan rakyatnya. Sehingga dari sini, akibat ulah-ulah mafia- mafia pertanahan ini membuat kekacauan yang terjadi antara Pemerintah dengan rakyat itu sendiri,” pungkas Gus Adi (frs)

  Banner Iklan Rafting Jarrak Travel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button