Hukum

Sidang ITE Tirtawan vs Suradnyana, Saksi Kariasa: “Kata ‘Merampas’ Kami Tulis dalam Surat Kuasa kepada Pak Tirtawan”

Quotation:

Pemkab ajukan permohonan pembatalan SHM saya tapi permohonan itu ditolak BPN Buleleng,” ungkap saksi Nyoman Parwata.

Singaraja, SINARTIMUR.com – Dalam sidang lanjutan perkara pencemaran nama baik dengan UU ITE antara Bupati Buleleng periode 2012-2022 Putu Agus Suradanya versus mantan anggota DPRD Bali periode 2014-2019 Nyoman Tirtawan sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Singaraja di Jalan Kartini No 2 Singaraja, Kamis (18/1/2024) siang berlangsung seru. Sejumlah fakta mencenggangkan terungkap dalam sidang tersebut.

Sidang yang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi a de charge (saksi meringankan) yang dihadirkan penasehat hukum terdakwa Nyoman Tirtawan, akhirnya bicara buka-bukaan di hadapan majelis hakim yang diketuai I Gusti Made Juliartawan, SH, MH. Saksi Gede Kariasa mengungkapkan bahwa ia dan kawan-kawan petani yang memberikan kuasa kepada terdakwa Nyoman Tirtawan menulis kata ‘merampas tanah’ dalam surat kuasa tersebut. “Memang kami yang tulis kata ‘merampas’ dalam surat yang kami berikan kepada Pak Tirtawan,” ungkap Kariasa di hadapan majelis hakim, blak-blakan, yang artinya istilah ‘merampas’ yang tulis dalam FB terdakwa dari terdakwa tetapi memang dari awal disampaikan para petani melalui surat kuasa yang diberikan kepada Tirtawan.

Bagaimana saksi bisa katakan pengusiran dan perampasan? “Tanah kami ditembok, kami tidak boleh menggarap tanah, kami diusir dari tanah kami, itu artinya apa? Merampas namanya,” tandas saksi Kariasa.

Saksi Kariasa juga kembali menegaskan bahwa perampasan tanah mereka dilakukan pada zaman kekuasaan Bupati Buleleng periode 2012-2022 Putu Agus Suradnyana. Ini dibuktikan dengan pemasang plang di lahan milik Kariasa dan kawan-kawan yang berbunyi ‘Pemerintah Kabupaten Buleleng, Sertifikat Hak Pakai 00001, Tanggal 25 November 2020’. Sementara di bagian bawah plang itu tercantum ‘Badang pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah’.

Saksi lain Nyoman Parwata di hadapan majelis hakim, mengungkapkan bahwa Pemkab Buleleng pernah memanggil dirinya dan diminta untuk segera menyerahkan SHM atas namanya karena tanah di Batu Ampar itu adalah milik Pemkab Buleleng. Kejadian yang bergaya Pemerinyah Orba itu terjadi sekitar tahun 2017. “Saya pernah dipanggil Pemkab Buleleng, seingat saya waktu itu hadir Asisten Satu, Camat Gerokgak, dan Peberkel Pejarakan, saya diminta untuk menyerahkan SHM, katanya tanah itu bukan milik saya tetapi milik Pemkab Buleleng. Tetapi saya tidak mau, karena prosesnya sudah benar,” beber Parwata.

 

Kemudian, ungkap Partawa, pada tahun 2021 Pemkab Buleleng mengajukan permohonan pembatalan sertifikat milik Parwata ke Kantor ATR/BPN Kabupaten Buleleng, namun upaya Pemkab Buleleng itu tidak membuahkan hasil. Ini lantara, cerita Parwata, Kantor ATR/BPN Buleleng menolak permohonan pembatalan SHM milik Parwata oleh Pemkab Buleleng itu. “Pemkab ajukan permohonan pembatalan SHM saya tapi permohonan itu ditolak BPN Buleleng. Saya tahu karena surat pnolakan itu dikasih oleh BPN Buleleng,” ucap Partawan kemudian, bukti surat penolakan Kantor ATR/BPN Buleleng itu perlihatkan kepada majelis hakim dan JPU disaksikan penasehat hukum terdakwa.

Selain kedua saksi a de charge itu, penasehat hukum terdakwa juga menghadirkan saksi meringankan lainnya yang juga pemilik dan ahliwaris lahan sengketa di Batu Ampar seluas 45 hektare itu, yakni Bamang Permadi yang adalah ahlwaris Sutra, dan Rahnawi.

I Gusti Putu Adi Kusuma Jaya, SH, penasehat hukum terdakwa Tritawan menyatakan, “Fakta yang sangat penting bahwa salah seorang saksi atas nama Rahnawi, itu yang tadi selain bercerita tentang pengalamanya langsung yang diusir, diancam dan sebagainya, bahkan sampai sempat dilaporkan oleh, atau dipanggil oleh Kepolisian Sektor Gerokgak yang saat itu disebut oleh saksi, dipimpin oleh Gusti Alit sebagai Kapolsek, itu menujukkan bukti dari Pemkab Buleleng notabene Bupati Buleleng atas nama Bapak Bagiada, disana jelas diberikan hak dan Pemkab Buleleng di tahun itu, di surat itu tadi tidak menyebutkan bahwa itu adalah HPL. Itu seorang Bupati Buleleng yang menyatakan lho. Ini kan terkejut kita kenapa di jaman Bupati Agus Suradnyana mereka menyebutkan itu HPL, tolong ini adalah fakta yang sangat penting yang saya pikir juga harus ditindaklanjuti secara hukum. Artinya apa, kita menginginkan kedepan Majelis betul-betul menilai ini bahwa betul telah terjadi perampasan dan apa yang disampaikan oleh Nyoman Tirtawan adalah benar faktanya di lapangan,” tandas Gus Adi, sapaan akrab I Gusti Putu Adi Kusuma Jaya, SH.

“Kami menghadirkan 4 orang saksi yang notabene adalah warga pemilik tanah yang merasa tanah mereka itu diserobot dan dirampas. Keempat orang warga tadi yang secara langsung pemilik tanahnya, 3 orang warga langsung dan 1 orang warga ahliwaris. Itu jelas- jelas menyatakan , jelas- jelas sudah menyampaikan dipersidangan apa yang mereka alami dalam proses sejak sebelum tahun 2000 lah, apa yang mereka alami, mereka sampaikan. Termasuk terakhir di tahun 2017, salah satunya yang cukup menarik dan nyata disampaikan di Persidangan, bahwa atas nama Nyoman Parwata yang jelas- jelas dalam persidangan menyampaikan tanahnya yang notabene sudah bersertifikat dan dia sempat diundang oleh Pihak Pemkab Buleleng, di zaman Bupati Agus Suradnyana waktu itu. Dengan dihadiri oleh Camat Gerokgak, dengan dihadiri oleh Kepala Desa Gerokgak, Kepala Desa Pejarakan, terus dia lupa ingat antara Asisten 1 atau asisten berapa, yang jelas pihak Pemkab Buleleng, termasuk BPN di sana. Dan yang kami sangat lucu, saksi jelas menyatakan bahwa saat dia dipanggil dan pihak BPN hadir di tahun 2015-2017 itu seingat saksi , bahwa pihak BPN sudah menyatakan disana, Pemkab tidak bisa merubah atau mengambil alih lahan yang sudah bersertifikat milik Nyoman Parwata , yang kemudian setelah pertemuan itu muncul lagi surat di tahun 2021, klarifikasi secara tertulis yang tadi ditunjukan langsung oleh saksi, bahwa tidak bisa lahan HPL yang diklaim oleh Pemkab Buleleng seluas 45 Hektar yang didalamnya ada sertifikat Nyoman Parwata 2 sertifikat, hampi 1,7 Hektar,” tandas Gus Adi.

“Itu jelas -jelas tidak bisa diambil alih oleh Pemkab Buleleng. Artinya ini sebetulnya sudah sangat-sangat jelas , artinya memang betul HPL itu telah melakukan penyerobotan, dan itu terjadi di zaman Bupati Agus Suradnyana. Jadi kalau bicara Pemkab Buleleng, tadipun semua saksi menyatakan, kalau bicara Pemkab Buleleng yang pimpinannya saat itu semua menyatakan bahwa itu adalah pimpinan Agus Suradnyana. Representatif dari Pemkab Buleleng, itu yang harus digaris bawahi. Itu disampaikan jelas oleh saksi di dalam persidangan tadi. Bahkan terjadi peristiwa-peristiwa pengancaman terhadap warga, diusir pakai senjata, itu jelas disampaikan oleh saksi-saksi yang notabene sampai detik ini ada yang masih menduduki, ada yang ketakutan, namun anehnya juga pajaknya mereka rajin bayar, rutin mereka membayar. Terus selama ini bagaimana dengan kewajiban yang sudah mereka tunaikan, ini yang sangat lucu dalam persidangan tadi yang kita lihat. Artinya bagaimana, kita harapkan Majelis Hakim betul-betul, sayapun tadi sudah berikan kesempatan luas buat Majelis. Jadi banyak Majelis Hakim mempertanyakan menggali dari kepemilikan dan peristiwa-peristiwa Hukum yang terjadi disana. Kami juga berharap seperti itu, Majelis Hakim betul-betul jernih memutuskan perkara ini, terlebih lagi tadi juga sudah ada saksi atas nama Pak Bambang dan Pak Gede Kariasa Itukan tanggal 3 Januari 2024 , dilakukan pemanggilan atas dasar penyerobotan dan pemalsuan Dokumen, artinya apa,” paparnya.

Pada sidang itu penasehat hukuk terdakwa juga sudah menyampaikan pernohonan kepada majelis hakim untuk menghentikan persidangan kasus ITE ini karena laporan terdakwa tentang perampasan tanah Batu Ampar sedang dibuka kembali oleh penyidik Satreskrim Polres Buleleng. “Kami juga mohonkan kembali kepada Majelis Hakim, bahwa kasus penyerobotan ini yang menjadi materi didalam sur at perkara yang saat ini sedang disidangkan, sedang dilakukan proses penyelidikan lagi sehingga, tadi kembali kami sampaikan agar Majelis bisa menunda persidangan ini, menunggu hasil dari proses hukum yang sedang berjalan sekarang, karena sudah masuk ke ranah penyelidikan, dan ranah penyelidikan itu sudah bagian dari proses hukum yang dituangkan dalam KUHAP, sehingga kami mengharapkan tadi kembali kami mohonkan supaya berkenan Majelis, dan itu tadi Beliau Majelis Hakim akan pertimbangkan. Itu beberapa hal penting yang terungkap di Persidangan,: ungkap Gus Adi.

Di Atas Angin

Sementara terdakwa Nyoman Tirtawan setelah mendengar kesaksian keempat saksi, merasa di atas. Karena keempat saksi itu kompak menyebutkan bahwa pengambilalihan tanah mereka oleh Pemkab Buleleng dengan cara paksa dan cara-cara perampasan. “Jadi persidangan hari ini jelas para pemilik tanah, baik yang memiliki sertifikat tahun 1959, ahli warisnya Bambang Permadi atas nama Sutra, dan pemegang SHM I Nyoman Parwata sudah sangat jelas menyatakan tanah mereka dirampas , itupun tertuang didalam surat pernyataan ataupun surat kuasa diantaranya yang diberikan kepada saya sebagai yang memperjuangkan hak-hak mereka yang dirampas. Dalam hal ini sesuai dengan SKB Surat Kesepakatan Bersama antara Menkoinfo dan Kapolri dan Kejagung, tidak serta merta bisa menjerat seseorang dalam Undang-undang ITE manakala orang itu menyuarakan ataupun menyatakan sebuah kebenaran,” tandas terdakwa Tirtawan.

“Tadi sudah diungkap kebenaran, memang benar para korban masyarakat Batu Ampar sekitar 55 lebih menyatakan memang tanah mereka dirampas dengan cara apa? Mengusir, menembok tanah mereka, menaruh plang disana, sementara mereka masih memiliki bukti hak asli kepemilikannya dan membayar pajak lunas. Kalau Pemkab Buleleng bekerja Prosedural, bekerja sesuai dengan yang namanya hak dan kewajiban , tidak mungkin dong Pemkab Buleleng pongah memungut pajak kepada masyarakat, kalau memang dia sebagai pemiliknya. Disini sudah membunuh yang namanya Hukum keadilan dimana tanah diklaim sebagai aset Pemkab Buleleng itu sebagai hak, namun kewajibannya dibebankan kepada masyarakat yang notabene memiliki bukti-bukti kepemilikan . Untuk itu saya menginginkan Yang Mulian Majelis betul-betul sebagai perpanjangan tangan Tuhan didalam menegakkan Hukum, kebenaran dan keadilan, supaya dengan jelas bisa melihat ini adalah betul -betul fakta memang telah terjadi perampasan yang dilakukan oleh yang saya laporkan 5 April 2022, Putu Agus Suradnyana pada waktu itu menjadi Bupati karena mencatatkan tanah milik masyarakat yang memiliki alas hak asli , SHM asli tahun 2015 sebagai aset Pemkab Buleleng dengan perolehan pembelian Nol rupiah , dan warga tidak pernah menjual apalagi dengan Nol rupiah, itu adalah bentuk daripada keterangan fiktif ataupun palsu, disini yang terjadi 2 Pasal yang dia labrak. 1 , pasal penyerobotan. 2 , pasal menggunakan dokumen fiktif untuk merampas hak-hak rakyat yang sudah diberikan als hak secara resmi,” tegas terdakwa Tirtawan.

Sidang kembali digelar Rabu (24/1/2024) pekan depan, dengan agenda mendengarkan saksi a de charge, yang akan dihadirkan penasehat hukum terdakwa.

Writer: Francelino
Editor: Francelino

  Banner Iklan Rafting Jarrak Travel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button