Daerah

Pengembang Arogan, Krama Sangket Melawan, Tutup Akses Pengembang

Warga Marah Karena Pengembang Perintah Bongkar Tembok Parahyangan

Quotation:

Secara posisi kami tidak salah, karena bangun di atas selokan, tidak ambil tanah pengembang. Tapi kami dibilang tutup aksesnya, padahal akses jalan kami sudah kasi,” ucap Kerta Desa Adat Sangket, I Nyoman Gede Remaja yang juga Rektor Unipas Singaraja.

Singaraja, SINARTIMUR.com – Gara-gara pengembang Perumahan Graha Ardi Sukasada bersikap arogan karena mau membongkar tembok parahyangan, membuat krama Adat Sangket marah. Krama pun melakukan perlawanan terhadap sikap arogansi pengembang itu. Krama pun beramai-ramai menutup akses menuju Perumahan Graha Ardi Sukasada itu.

Nah, aksi perlawanan krama Sangket itu membuat situasi di Lingkungan Sangket, Kelurahan Sukasada, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Bali, Senin (17/6/2024) siang, mendadak menjadi tegang.

Ini terjadi lantaran pihak pengembang meminta dilakukan pembongkaran tembok parahyangan desa, yang berada dekat akses menuju perumahan.

Dari pantauan media ini menyebutkan, puluhan krama sudah berkumpul di depan akses menuju Perumahan Graha Ardi Sukasada, mereka bahkan menutup akses tersebut disertai papan bertuliskan “Jalan Ditutup Warga Sangket.”

Saat itu, situasi memang berlangsung panas. Warga yang berkumpul sudah dalam keadaan emosi.

 

Kepala Lingkungan (Kaling) Sangket, Nyoman Tomas Dritawan mengatakan warga secara spontan datang ke lokasi perumahan, setelah pihak pengembang meminta untuk membongkar tembok parahyangan yang tengah dibangun warga.

Parahyangan tersebut memang berada dekat akses menuju ke perumahan tersebut, namun dibangun di atas selokan. Bahkan sebelum dibangun tembok, warga juga melakukan betonisasi di atas selokan sekaligus memberikan akses ke perumahan.

Bahkan sebelumnya, kata Tomas, pihak pengembang malah ingin menggeser parahyangan yang berisi pelinggih sesuhunan warga Desa Adat Sangket, yang sudah ada sejak dulu secara turun temurun. “Tujuannya untuk membangun akses menuju perumahan,” jelas Tomas.

Meski sempat dimediasi hingga tidak mendapatkan titik temu, warga akhirnya membangun meja besi hingga melakukan pelebaran ruang, agar warga yang hendak bersembahyang tidak sampai meluber ke jalan raya.

“Tadi pengembang minta temboknya dibongkar, alasannya yang kena tembok adalah asetnya dia. Padahal itu sesuai dengan pelaba desa. Sudah dua tahun kembangkan di sini, tidak pernah ada komunikasi dengan kaling atau jero bendesa.” ujarnya.

Senada dengan Kaling Tomas, Kerta Desa Adat Sangket, I Nyoman Gede Remaja mengatakan tujuan mereka membangun tembok di parahyangan tersebut, untuk memberikan rasa nyaman dan aman kepada warga yang hendak bersembahyang di sana.

Ia menegaskan, pembangunannya pun bukan asal-asalan dan dibangun bukan menyerobot lahan pengembang, karena dibangun di atas selokan yang notabene masuk fasilitas umum.

Parahyangan yang berada di pinggir Jalan Pratu Ginten, berisikan dua pelinggih, yakni pelinggih Jero Wayan Tebeng dan Dewa Ayu Pengadangan. Dua pelinggih ini dipercaya sebagai penjaga Desa Adat Sangket secara niskala.

“Secara posisi kami tidak salah, karena bangun di atas selokan, tidak ambil tanah pengembang. Tapi kami dibilang tutup aksesnya, padahal akses jalan kami sudah kasi,” kata Remaja yang juga Rektor Unipas Singaraja.

Ia melanjutkan, pembangunan tembok tersebut setelah diketahui oleh pengembang, membuat Kaling Sangket selalu mendapat pesan melalui komunikasi dari pengembang agar dibongkar.

Hingga pengembang datang ke lokasi tersebut dan kembali memerintahkan agar membongkar tembok parahyangan tersebut. Namun tukang yang bekerja tetap melakukan pengerjaannya hingga disebutkan mendapatkan intimidasi.

Karena situasi menjadi panas, Remaja lantas meminta pengembang untuk meninggalkan lokasi untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

“Sekarang kami lihat responnya dulu. Kalau baik, kami bisa komunikasikan ke warga. Kalau negatif, kami angkat tangan, tidak tanggung jawab apa yang dilakukan krama,” tegasnya.

Terpisah, Kuasa Hukum Pengembang, Budi Hartawan menjelaskan bila pihaknya akan mengajak kliennya untuk duduk bersama dengan desa adat dan desa dinas, mengenai persoalan tersebut.

Serta mengajak menunjukkan data mengenai tapal batas tanah. Sehingga tidak ada saling menduga dan menuding ke depannya.

Menurutnya setelah melihat kondisi di lapangan, pembangunan tembok tersebut sudah berproses sesuai dengan ketentuan koridor hukum. Sehingga warga tidak memiliki kesalahan baik secara sekala dan niskala.

“Justru kami akan duduk bersama dan buat kesepakatan bersama antara pengembang dan desa, apa yang menjadi kontribusi. Serta menunjukkan, dulu beli dari pemilik sebelumnya yang mana objeknya dijual, tapal batasnya dimana,” tutupnya.

Warga akhirnya membubarkan diri sekitar pukul 15.45 Wita usai diberikan pengertian oleh Kaling Sangket dan Kerta Desa Adat Sangket.

Writer/Editor: Francelino

  Banner Iklan Rafting Jarrak Travel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button